Barokah Cipasung
Perjalanan Madinah-Makkah
Rabi II 4, 1445 H
Tiba-tiba bel pintu kamar hotel tempat saya menginap di Kota Madinah berbunyi. Saya intip dari lubang kaca pintu (door viewer) terlihat roombongan orang Bangladesh berdiri membawa sesuatu. Rupanya dia membawa bingkisan parcel buah-buahan. Katanya dari orang Indonesia bernama (Andi) yang bekerja di hotel tersebut.
Meski sempat ragu, saya tetap menerima paket tersebut, dan menyimpannya di meja kamar sampai malam hari, sambil mencari informasi “identitas” pengirim.
Ternyata (Andi) adalah Chef di Hotel Bintang Lima tersebut. (Andi) yang berasal dari Tangerang adalah Alumni SMA Cipasung, dan sempat ngobong di Asrama Bahagia.
Rupanya (Andi) sempat ngobrol dengan salah satu jamaah asal Bandung yang membocorkan “asal usul” saya.
“Barokah Cipasung !”, pekik saya dalam hati. Barokah bagi (Andi), pun bagi saya.
Suatu penghormatan yang terlampau “mewah” bagi saya yang bukan siapa-siapa dan belum berbuat apa-apa untuk Cipasung.
Mudah-mudahan, saya tetep diparingi “istiqomah” dalam ngalap barokah dari para Kyai, para Guru, dan Kasepuhan Cipasung.
Kata “Embah Moen” — Allah yarham, KH Maimoen Zubair– (insya Allah Sabtu lusa kami akan menziarahi beliau di Ma’la) — kita ini adalah generasi zaman akhir dengan kapasitas mental, spiritual yang tidak bisa mencapai “maqam” untuk membuat “amal” sendiri.
Maqam kita adalah “tabaruk” mengambil berkah dari tirakat-nya para ashabul karamah , para pemangku keramat yang telah meningggalkan banyak “jejak” dan “warisan-warisan besar” yang harus kita jaga dan lestarikan, baik berupa tradisi, amaliyah , maupun institusi pendidikan seperti pesantren, sekolah, dan kampus, tanpa kehilangan semangat tathowwur wal ibitikar, dinamis dan inovatif.
Selamat menghadapi para “Asesor” dengan “riang gembira”, lakukan yang terbaik. Jujur pada kekurangan, objektif pada “kelebihan”.
Penulis: Abi Tatang Astarudin merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Universal Bandung serta ketua BWI ( Badan Wakaf Indonesia).