Catatan Perjalanan (10): QURROTA A’YUN
Tadi malam, Syaikh Abdurrahman Bin Abdul Azis Bin Muhammad As-Sudais memimpin Sholat Isya’ di Masjid Haram.
Seperti biasa, suara beliau benar-benar “powerfull” dalam arti yang sesungguhnya. Pada ayat-ayat tertentu sesuai kandungan maknanya, suara bariton beliau “bergetar” bahkan nyaris “menangis”.
Beberapa jamaah (mungkin semuanya) mempunyai kesan tersendiri dengan “atmosfir spiritual” itu, dan hal itulah yang menjadi salah satu tarikan penguat kerinduan mendalam untuk kembali dan kembali lagi ke Baitullah.
Malam itu, beliau membaca beberapa ayat bagian akhir Surah Al-Furqon. Salah satu ayat dari bacaan beliau cukup “familiar” di telinga;
وَٱلَّذِینَ یَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَ ٰجِنَا وَذُرِّیَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡیُنࣲ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِینَ إِمَامًا
[QS – Al-Furqān: 74]
Ayat tersebut menjelaskan salah satu “amaliyah” dan ciri ‘ibadurrahman’ –hamba pilihan Allah yang diberi kemulian oleh Allah yang maha penyayang; — yang (senantiasa) memohon kepada Allah dengan mengatakan, “Wahai Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri kami dan anak-anak kami, yang dapat menyejukkan pandangan mata kami (qurrota a’yun) yang dengannya kami memperoleh kenyamanan hidup dan kebahagiaan, dan jadikanlah kami teladan (pemimpin) orang-orang yang bertakwa.”
Pada ayat berikutnya, Allah memuji para “Ibadurrahman” –dengan segala penghormatan dan salam serta mengapresiasi mereka dengan sebaik-baik tempat menetap dan kediaman.
Menurut Ibnu Abbas RA, Qurrota a’yun adalah keturunan yang mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orang tuanya di dunia dan akhirat.
Sebagian Ulama berpendapat bahwa istri (pasangan) dan keturunan yang mengerjakan ketaatan, menjadi faktor utama kebahagiaan.
Ada juga Mufassir yang berpendapat bahwa Ayat ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam beragama adalah bagian dari hal yang “layak” diharapkan dan (bahkan) “diperjuangkan”;
Boleh “berambisi” dan “cawe-cawe” untuk menjadikan diri dan anak keturunan menjadi “pemimpin”, namun bukan untuk berbangga diri atau memperkaya diri dengan “memanfaatkan” jabatan, akan tetapi agar dapat menjadi teladan dalam kebaikan dan memberi manfaat yang besar bagi orang lain.
“Kemuliaan adalah kemanfaatan sebanyak-banyaknya untuk khalayak seluas-luasnya”.
اللهم بارك لنا فى ابنائنا وبناتنا وذريتنا وتلامذنا وطلابنا ولاتضرهم بأحد من خلقك اوبشي ووفقهم لطاعتك وارزقنا برهم فى حياتنا وبعد مماتنا. ربنا متعنا ببرهم فى حيا تنا واسعدنا بدعائهم بعد مماتنا…امين
Wallahualam..
Masjid Haram, Sabtu, 25 Syawwal 1445 H, 04 Mei 2024 M.
KH. Tatang Astarudin, Pimpinan Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Kota Bandung