| |

Metavers dalam Pemaknaan Santri Universal

Sumber Gambar: enterpreseai.news

Dewasa ini metavers sedang menjadi perbincangan yang hangat, terutama ketika Mark Zuckerberg mengganti nama Facebook menjadi Meta, yang mengindikasikan bahwa Mark sedang mempersiapkan dunia metavers. Berbagai perusahaan pun berbondong-bondong mempersiapkan diri untuk menyambut dunia yang katanya akan menggantikan alam realitas kita dan merupakan evolusi dari internet.

Metavers atau meta di dalam tradisi keilmuan ada yang dikenal dengan metadisiplin, yang lainnya dikenal juga dengan monodisiplin, dan multidisiplin. Monodisiplin merupakan sebuah upaya dalam mengamati sebuah fenomena dengan menggunakan satu perspektif saja. Misalnya melihat fenomena pandemi hanya dilihat dari perspektif medis saja, atau ekonomi semata. Sementara dewasa ini melihat sebuah fenomena dengan hanya menggunakan satu perspektif sudah tidak relevan lagi mengingat begitu kompleks nya permasalahan manusia sekarang. Maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan melihat secara multidisiplin, yaitu melihat sebuah fenomena dengan berbagai perspektif. Kondisi pandemi misalnya dilihat dari perspektif medis sembari mempertimbangkan dampak-dampak ekonominya pula, dan berbagai perspektif lain yang dapat dikaitkan.

Kemudian ada metadisiplin yang menawarkan perspektif lain dari dimensi lain dalam melihat sebuah fenomena. Secara sederhana meta merujuk pada sesuatu yang tak terlihat, seperti metafisik yaitu dimensi fisik yang tak terlihat. Dalam ilmu perencanaan, metadisiplin digunakan untuk sebuah pendekatan perencanaan yang non fisik seperti mempertimbangkan perencanaan dari aspek psikologi, aspek sosial, dan lain sebagainya.

Pemisalan lain yang berkaitan dengan metadisiplin adalah cerita dalam penentuan kota Yogyakarta sebagai lokasi sebuah pusat kekuatan Keraton, dimana kota tersebut tidak dipilih dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik seperti geografis dan semacamnya, melainkan ditentukan atas saran seorang ulama hasil dari proses riyadhah yang dilakukan. Dewasa ini ketika kota Yogyakarta diamati dari multidisipliner, Yogyakarta di anggap sebagai kota yang ideal dari segi geografis, pariwisata, dan lain sebagainya.

Di dalam pesantren santri tidak hanya diajarkan ilmu pengetahuan semata melainkan juga diajarkan metadisiplin dalam bentuk riyadhah, jihad, dan aspek spiritual lain. Sementara jihad tidak semena-mena dilakukan tanpa adanya ijtihad dan mujahadah terlebih dahulu. Seperti dalam Resolusi Jihad K.H. Hasyim Asyari, sebuah seruan jihad tersebut tidak akan dilakukan sebelum ada proses ijtihad  terlebih dahulu bersama para alim lain untuk menentukan langkah apa yang sebaiknya harus dilakukan. Sementara mujahadah adalah proses-proses pendekatan kepada sang Khalik untuk pemurnian diri sehingga keputusan yang diambil senantiasa berada dalam petunjuk Allah SWT. Maka ijtihad dan mujahadah merupakan materi didalam metadisiplin.

Disisi lain generasi muda saat ini ada yang dikenal dengan generasi strawberry yaitu generasi muda yang begitu rapuh dalam menghadapi tantangan hidup. Ia sebagaimana layaknya tanaman strawberry yang sangat mudah layu dalam kondisi tertentu. Kata hilling kerap dijadikan sebagai jargon untuk menunjukkan betapa telah lelahnya mereka dalam menghadapi hidup. “Capek sedikit hilling” seolah menjadi pembenaran atas kebersantaian hidup. Melalui metadisiplin, santri harusnya menjadi pribadi yang lebih tangguh dalam menghadapi hidup dan kenyataan karena disokong oleh kekuatan spiritual.

Kembali pada metavers, sebuah dunia dimana berbagai aktivitas instan yang tidak bisa dilakukan di dunia realitas suatu saat akan memungkinkan untuk dilakukan. Saat ini Elon Musk seorang pimpinan teknologi mobil listrik bernama Tesla sedang mengembangkan sebuah terobosan besar yang akan mengubah manusia yaitu pengembangan neuralink atau teknologi implant otak. Teknologi ini akan menanamkan sebuah chips ke dalam otak kita agar memungkinkan mendapat sebuah pengalaman dan perasaan mengunjungi sebuah tempat yang jauh tanpa harus tubuh kita berada di tempat tersebut. Proses pengalaman tersebut di tunjang dengan dunia metavers yang sedang di kembangkan. Ketika dunia semacam ini benar-benar terjadi maka sangat memungkinkan pengalaman perjalanan haji dapat dilakukan hanya cukup dengan berdiam diri di rumah saja.

Namun pengalaman dunia meta yang sebegitu jauhnya menghantarkan para pengamat lain untuk berkesimpulan bahwa pada suatu ketika manusia pada akhirnya akan kembali pada dunia univers atau alam realitas yang nyata. Kebutuhan akan realitas nyata tidak akan pernah tergantikan, ketika semua orang pergi ke dunia metavers maka sektor bisnis reals kemudian akan menjadi sektor bisnis yang paling dibutuhkan.

Ditulis oleh Muhamad Maksugi

Rangkuman pengajian Abi Tatang Astarudin tanggal 4 Maret 2022

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.