Pemimpin Baru, Harapan Baru: Mengupas Proses Demokrasi Santri di Pesantren Universal
Kota Bandung, Sabtu 1 Maret 2025- Malam merayap perlahan di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU), membiarkan sunyi menyelimuti aula utama. Namun, di dalamnya, ada denyut kehidupan yang tak biasa. Sejumlah santri duduk melingkar, mata mereka tajam, telinga mereka siaga. Hening itu bukan tanpa alasan, melainkan awal dari sebuah perdebatan panjang sebuah pertarungan gagasan yang akan menentukan siapa pemimpin mereka selanjutnya.
Seperti fajar yang perlahan mengusir kegelapan, suasana aula pun berubah. Sunyi digantikan gemuruh suara santri yang saling bersahutan. Debat yang awalnya tenang mulai memanas, menggiring emosi ke titik puncaknya. Para kandidat berdiri tegak, berhadapan dengan panelis yang mengajukan pertanyaan tajam. “Apa program unggulan yang akan kalian jalankan jika terpilih?” suara itu menggema, menguji kesiapan mereka. Jawaban demi jawaban meluncur, ada yang lugas, ada yang diplomatis, ada pula yang mengundang sorakan dukungan.
Inilah pesta demokrasi di PPMU bukan sekadar seremoni pemilihan, tetapi juga ajang pembuktian. Para santri tidak hanya memilih pemimpin, tetapi juga mencari sosok yang mampu membawa mereka ke arah lebih baik. Satu per satu suara diberikan, tangan-tangan santri memasukkan kertas suara ke dalam kotak pemungutan. Detik demi detik berlalu, hingga tiba saat yang paling mendebarkan: penghitungan suara. Mata-mata dipenuhi harap, hati mereka bergemuruh dalam doa dan ketegangan.
Saat hasil akhir diumumkan, aula yang sempat riuh mendadak sunyi. Sejenak, hanya ada jeda napas yang tertahan. Kemudian, suara gemuruh sorak memenuhi ruangan. Nama seorang santri disebut sebagai pemenang, dan tangis haru pun pecah. Beberapa santri merangkul sahabat mereka, sementara yang lain menunduk, menerima hasil dengan lapang dada. Di tengah-tengah itu, sang pemimpin baru melangkah ke depan.
Dengan suara bergetar, ia mengucapkan sambutan pertamanya. “Terima kasih atas kepercayaan ini. Saya bukan yang terbaik, tetapi saya berjanji untuk belajar dan berusaha sebaik mungkin.” Kata-kata itu sederhana, tapi memiliki bobot yang berat. Ia sadar, kemenangan ini bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang amanah yang harus dijalankan.
Kemenangan bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan. Seperti seorang nakhoda yang baru menerima kemudi kapal, ia harus mengarungi samudra penuh tantangan. Ada badai yang akan menghadang, ada ombak besar yang akan mengguncang, tetapi ia tidak boleh goyah. Sebab kepemimpinan bukan soal berdiri paling depan, melainkan tentang memastikan bahwa semua orang di belakangnya tetap melangkah bersama.
Ketika malam semakin larut, santri-santri mulai meninggalkan aula dengan hati yang lebih tenang. Pesta demokrasi di PPMU telah usai, tetapi semangatnya akan terus hidup. Dan di sanubari setiap santri, satu pelajaran tertanam: kemenangan sejati bukanlah sekadar mendapatkan suara terbanyak, tetapi mampu menjaga kepercayaan yang telah diberikan.
Penulis: Gina, Novia, dan Rija