willingness to fight
|

Willingness to fight sebagai penggerak jiwa santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal dalam upaya terwujudnya mental santri yang pantang menyerah

Berbicara mengenai sebuah keadaan dan perjuangan, kebanyakan dari kita mungkin tidak pernah mengenai bahwa terdapat sebuah perjuangan yang lebih sulit dan lebih penuh rintangan dibandingkan dengan perjuangan seorang pahlawan yang berjuang membela dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu perjuangan seorang santri dalam mempertahankan kehormatannya dirinya, kyainya dan juga ilmu yang ia dapatkan ketika menimba ilmu di pondok pesantren. Karena, mempertahankan ilmu lebih sulit dibandingkan dengan mempertahankan kemerdekaan. Maka dari itu, jangan pernah meremehkan santri yang sedang mondok di sebuah pesantren.

Bagi mereka yang tidak pernah mengenal dunia pesantren, mereka akan beranggapan bahwa orang-orang yang mesantren adalah orang yang memiliki masa depan yang suram. Orang yang beranggapan seperti itu, sesungguhnya mereka tidak tahu saja bagaimana indahnya hidup dilingkungan pondok pesantren, yang didalamnya kita diajarkan bagimana caranya mempetahankan masa depan ditengah bayang-bayang orang yang merendahkan mereka dengan sebutan suram masa depan jika mesantren. Namun jangan salah, karena jiwa dan mental seorang santri akan terbangun ketika mereka memiliki rasa mempertahankan diri ditengah-tengah pergolakan hidup yang seiring waktu semakin memojokkan kesan santri di tengah-tengah masyarakat.

Willingnes to fight ialah salah satu dari Trilogi yang diutarakan oleh Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Universal Bandung, K.H. Tatang Astarudin, S.Ag., S.H., M.Si selain Willingnes to feel dan Willingnes to pay. Tujuannya ialah agar setiap santri Pondok Pesantren Universal mampu memiliki rasa kepekaan terhadap keadaan, baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa orang lain dengan perealisasian yaitu terwujudnya rasa kebersamaan, kedermawanan dan ketangguhan jiwa dan mental para santri, baik santiwan maupun santriawati.

Hidup itu Belajar, Belajarlah berbuat sesuai kehendak dirimu sendiri, dengan tanpa harus menyusahkan orang lain. Namun ketika kau butuh pada orang lain untuk membantumu, tidak ada salahnya kau meminta pertolongan padanya. Karena hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bias hidup hanya mengandalkan diri sendiri.

(Cahyadi Permana/Kontributor)

Edited by : Nikko Eka Saputra

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.