Figuran yang Menjadi Pemeran Utama
Malam itu di Pondok Mahasiswa Universal…
Langit malam kota Bandung tak lagi dipenuhi bintang-bintang yang membentuk rasi, dengan diisi alunan jangkrik dengan menyajikan ritual orkestranya, namun malam itu tidak menggelar road show spektakuler, itulah sebabnya malam ini terasa sepi. Hanya saja entah kenapa kepalaku penuh dengan lamunan, sampai mata terasa berat untuk menutup, apalagi kepala penuh dengan hal random yang perlahan-lahan terasa memuakan.
“Aku termenung, mengapa kita harus tidur?” lalu Bapak melanjutkan dengan berkata,”Mengapa kita bingung tentang apa yang sudah menjadi takdir Allah? semua udah ada jalannya. Bahkan jika kamu tidak tidur selama seminggu dan menunggu pengumumanpun, tentunya hasilnya sudah ditentukan oleh Allah.”
Teringat celetukan itu.. gejolak di kepalaku lenyap. Namun, perasaan tidak enak kini berpindah ke hati. Emosi memang makhluk Tuhan yang memalukan. Semakin lama di tahan, semakin kencang dadaku akan terasa. aku baru menyadari perasaan ini adalah kerinduan. Ya, aku merindukan sosok “Bapak”.
Bapak adalah orang yang sangat sederhana apa adanya, Bapakku juga tidak se bawel ibu, tetapi tapi setiap kali memberikan nasihat selalu terasa sangat bertuah. Bapak setiap marah rasa bersalah mengalahkan rasa bersalah ketika ibu saya memarahi saya. Apakah kalian begitu juga?
Dari sekian banyak penghuni bumi dan semua yang ada di dalamnya, mungkin bapak hanyalah sebuah partikel kecil, yang meskipuntidakada, itutidakakanmerusakBimaSakti.Jikalau bisa digambarkan: jika semua penduduk bumi ini adalah aktor, mungkin bapak salahsatudarisedikit orang yang hanya figuran. Kehadirannyamenjadi pelengkap sebuah cerita.
Sebagai seorang figuran Bapak banyak memerankan seorang satpam,pekerja lepas, pengusaha, petani, pendidik, guru ngaji,pegawai sswasta dan banyak peran lain yang Bapak ambil untuk menjadikan anak-anaknya sebagai “pemeran utama” di pentas dunia ini.
Namun, dari sekian banyak perannya, peran Bapaklah yang benar-benar ia lakukan secara totalitas.Semuanyatercermindiwajahnya yang lelah, matanya yang gelap karena cahaya,kerutannya.Dahi memutih bersama kumis dan janggut, seolah bersaksi atas tindakannya sebagai seorang “Bapak”. Mungkin bapak hanya ekstra untuk alam semesta, tetapi bagi kami anak-anak,Bapak adalah karakter utama yang terus mengorbankan segalanya di setiap episode hidup mereka,dan cerita yang berlanjut hingga ratusan episode.
Dari perannya sebagai seorang bapak, akting yang paling sempurna ia mainkan adalah akting untuk menutupi masalah kehidupan rumah tangga yang ia punya. Di depan anak anaknya, bapak menjadi pribadi yang ceria dan santai. Hingga suatu malam, aku mendengar rintihan tangisannya.sambil merapatkan dahinya ke tempat sujud, bapak menumpahkan semua kesedihan, keresahan dan kemelutan hidupnya kepada sang Pencipta. Ia terlalu gengsi, untuk membagikan semua keresahannya kepada keluarga, karena ia pikir semua tanggung jawab itu adalah sesuatu yang harus ia pikul sendiri.
Oh ya, satu lagi. Bapak sangat pintar ber akting ‘kenyang’ demi anak istrinya yang lapar. Sesekali nasi kotak pemberian bos nya di bawa pulang untuk anak anaknya. Ia menahan lapar sambil melihat teman kerjanya yang makan dengan lahap.
Aku sempat berpikiran picik, aku tak mau lanjut kuliah. Kasian bapak, dengan aku kuliah itu pasti akan memperpanjang episode episode pengorbanan dan penderitaan yang ia pikul sendiri. Namun bapak bersikeras bahwa aku harus kuliah.dalam sebuah dialog “Kenapa bapak keras kepala? ” Protes ku kala itu. Bapak menjawab dengan tegas” kalo gak keras, bukan kepala namanya! “.
selanjutnya Bapak menyambung kalimatnya: ” A, kalo nanti aa wisuda, bapak mau pinjem toga nya ya”.
Aku menuruti ucapanya. Aku kuliah. Hingga suatu hari, bapak jatuh sakit. Mungkin ia lelah memikul bebannya sendiri terlau lama. Perannya sebagai bapak berakhir di bulan Desember tahun kemarin. Itu episode terakhir bagi bapak, seorang figuran yang juga pemeran utama.
Setelah kepergian bapak, episode kehidupanku hiatus sementara. yang membuat aku menyesal, saat itu aku tak berada di sisinya.Perasaan kehilangan itu sangat tak terperikan. Aku tak ingin lanjut kuliah. Sampai suatu hari bos nya datang berbela sungkawa. Kata pak bos, bapak adalah orang yang sangat pendiam , sekalinya berbicara, ia akan bercerita dengan sangat panjang tentang anaknya yang berkuliah di perguruan tinggi negeri, matanya berbinar -binar, pandangan nya jauh kedepan, seolah olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa ia banggakan. Aku sangat tertampar, sekaligus terharu.
Demikian pak, mungkin hanya ini kata-kata yang dapat saya sampaikan:
“Pak, episode perjuangan bapak akan menjadi sejarah yang akan terus aku kenang,dan aku wariskan ke anak cucu nanti.
Pak, aku janji, semaksimal mungkin akan berprestasi di akademik, sebagai hadiah, piala, dan apresiasi atas espiode episode kehidupan bapak selama ini.
Pak, izinkan aku meneruskan episode episode perjuangan bapak untuk jaga ibu, dan juga keluarga kita.
Pak, aku janji, sehabis wisuda nanti toga wisudaku akan kusematkan di atas nisan bapak, bapak yang tenang ya disana
Pak, Apakah Doa ku terdengar sampai surga?
Pak, Aku Rindu..
Alfatihah…
Penulis: 250703
Editor: Hasemi Fauziah