Motivasi Berdirinya Pesantren
Salah satu strategi perubahan masyarakat yang diakui keandalannya adalah normative-reeducative strategy, yaitu strategi perubahan masyarakat melalui pelembagaan ‘nilai dan norma’ dalam kehidupan masyarakat. Norma dan nilai tersebut termasyarakatkan melalui pendidikan (education-reeducation). Proses pendidikan yang baik dan sistematis akan melahirkan perubahan paradigma berpikir masyarakat, yang pada gilirannya akan mempercepat proses perubahan masyarakat.
Pertumbuhan suatu masyarakat dimulai dari produktivitas individu, dan produktivitas individu diperoleh melalui pendidikan lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi manusia untuk berprestasi.
Tentu saja, norma, nilai, serta proses pendidikan yang harus dikembangkan bukan semata-mata yang bersifat antroposentris (yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik duniawi), tetapi juga harus secara seimbang mengembangkan nilai, norma, dan proses pendidikan teosentris (aspek moral, spiritual, ketuhanan).
Berbagai penelitian tentang pengembangan Sumber Daya manusia menunjukkan bahwa hard skill (kemampuan intelektual, kecakapan teknis) menyumbang 15% saja bagi kesuksesan hidup seseorang. Sisanya, 85 % ditentukan oleh soft skill (akhlak, kepribadian, etos kerja, kejujuran dan sebagainya) yang antara lain dihasilkan oleh pendidikan berkarakter teosentris.
Sejarah pendidikan Islam Indonesia telah mencatat bahwa pondok pesantren yang dikelola secara serius dan ikhlas, mempunyai keunggulan tersendiri, terutama pada sisi tradisi keilmuan dan transmisi-internalisasi nilai-nilai dan norma. Karena ia senantiasa menebarkan dan menyuarakan tata nilai dan norma-norma agama. Pola kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan masyarakat di lingkungan pondok pesantren, umumnya memiliki dasar-dasar nilai, norma, dan tradisi keagamaan yang kuat serta membentuk pola hubungan fungsional-produktif di antara keduanya.
Salah satu misi utama penyelenggaraan Pondok Pesantren sejak awal berdirinya adalah melakukan kegiatan kaderisasi keulamaan dalam tradisi keilmuan yang berorientasi tafaqquh fi al-din sebagai wujud kesadaran kolektif masyarakat (Islam) dalam menghadapi perubahan zaman. Karenanya Pondok Pesantren tumbuh dan berkembang selaras dengan cita agama yang akan segera hilang manakala motif dan corak keagamaan masyarakat juga hilang.
Belakangan ini, Pondok Pesantren menyimpan banyak persoalan yang menjadikannya tertatih-tatih dalam menapaki perjalanan sejarahnya. Rasanya belum pernah Pondok Pesantren menghadapi tantangan berat seperti sekarang. Tidak sedikit Pondok Pesantren yang hampir kehilangan modal sosial dan kulturalnya. Di tengah ketertatihannya itu, akhir-akhir ini Pondok Pesantren juga disergap oleh stigma negatif pasca rangkaian teror bom dan isu propaganda ‘Islam radikal’ yang terjadi di Indonesia.
Padahal, pada dekade 1970-an hingga 1980-an, ketika Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi mainstream gerakan pemberdayaan masyarakat, Pondok Pesantren dipastikan terlibat sebagai mitra strategis dalam pembangunan masyarakat (community development). Pondok Pesantren terbukti mampu merekam sekaligus mengangkat derajat kehidupan masyarakat sekitarnya.
Pondok Pesantren sudah selayaknya merevitalisasi kembali peran strategisnya sebagaimana pernah dilakukan pada era 70-an dan 80-an. Lebih dari sekedar itu, kini Pondok Pesantren dituntut untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan advokasi untuk mendorong perubahan nilai dan orientasi pembangunan, termasuk dituntut mampu mengajukan konsep-konsep pembangunan alternatif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan senantiasa memohon Bimbingan dan Pertolongan ALLAH Subhanahu Wata’ala serta mohon dukungan dari masyarakat, YAYASAN Suwargi Buwana Djati bercita-cita menjadi bagian dari upaya revitalisasi fungsi dan peran strategis Pondok Pesantren dengan membangun education based community, sebuah konsep pendidikan yang paralel dengan Pondok Pesantren sebagai community college, yakni sistem pendidikan transformatif-emansipatoris berbasis empati, toleransi, semangat perubahan dan pemberdayaan yang berorientasi mewujudkan Kemashlahatan Universal.